Sabtu, 14 Desember 2013

Rumah Adat Karo Sebagai Budaya Takbenda

Oleh: Juara R Ginting

Sudah saya bayangkan akan muncul pertanyaan di benak mengapa rumah adat Karo didaftar oleh Mendikbud sebagai salah satu diantara 77 Warisan Budaya Takbenda Indonesia dan kemudian diseleksi lagi untuk diusulkan ke UNESCO sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Dunia.

Apakah rumah adat Karo bukannya benda?

Saya coba menjawab pertanyaan di atas dengan langsung mengambil contoh Het Huis van Oranje (terjemahannya: Rumah Oranye). Bila Kerajaan Inggris dianggap punya rumah/istana bernama The House of Windslor, Kerajaan Belanda punya rumah benama Het Huis van Oranje.


 Rumah Adat Karo (juliesartoni.blogspot.com)

Perbedaan antara kedua rumah/istana di atas adalah bahwa Het Huis van Oranje tak ada bendanya. Bila kam bisa menemukan The House of Windslor dan berfoto-foto di depannya, jangan harap kam temukan Het Huis van Oranje karena memang tidak ada bangunannya.

Tapi, jangan katakan tidak ada Het Huis van Oranje sama sekali. Di Perang Dunia II, banyak orang Belanda "mate pe nggit" demi membela Het Huis van Oranje. Apakah kam sama sekali tidak melihat Het Huis van Oranje hadir di stadion saat final Piala Dunia sepak bola antara Belanda dan Spanyol beberapa tahun lalu? Kalau kam tidak melihatnya, berarti matandu sada lapis ngenca. Mata dua lapis akan melihat Het Huis van Oranje mugur-ugur di stadion saat itu. Para pemain Belanda juga sudah kesurupan bagai banteng ketaton demi membela rumah kerajaan mereka itu.

Bendanya tidak ada tapi KEKUATANNYA terasa di gerak-gerik "anak rumahna".


Demikianlah antropolog Claude Lévi-Strauss menjelaskan bahwa 'House' beda dengan house yang digunakan sebagai tempat tinggal (dwelling place). 'House' is a principle or system, tapi dia HIDUP as a MORAL PERSON. Dia adalah person, yang artinya hidup dan punya kehendak. Dia bukan objek tapi adalah subjek. Bukan manusia yang menciptakan 'The House', tapi sebaliknya 'The House' yang memilih siapa yang pantas menjadi anak rumah.

Ini sama dengan konsep "Gereja bukanlah bangunannya, tapi ...... " (silahkan lanjutkan sendiri) atau "Dia menciptakan Adam sesuai dengan gambarNya".

Asumsi dasarnya adalah bahwa bangunan rumah adat Karo itu hanyalah patung dari rumah adat Karo sedangkan rumah adat Karo itu adalah sebuah sistim yang mengatur bagaimana manusia-manusianya berpikir, bertindak, berhubungan satu sama lain, dan lain sebagainya. Rumah Karo yang sebenarnya tidak terlihat (ketidakterlihatan rumah Karo itu sangat tegas digambarkan dalam mitos Rumah Sipitu Ruang).

Ringkasnya, bila rumah adat Karo didaftarkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Indonesia, maka di dalamnya tercakup mengenai pikiran-pikiran orang Karo beserta tindakan-tindakan serta hubungan-hubungan sosial, ekonomi, seni/sastra, dan lain sebagainya yang diendapkan dalam satu kata RUMAH..

Semoga dapat dipahami dan langsung tergerak untuk membesarkan ketetapan Mendikbud itu sebagaimana kita menyemarakkan Nova br Pandia meski dasarnya adalah kualitas Nova sendiri yang sudah terbilang tingkat nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar