Berikut ini adalah pemberitaan dari Harian Sinar Baru Indonesia (SIB) tertanggal 24 Februari 2008 yang memberitakan tentang dirubuhkannya Gedung Wanita Karo di Jl. Iskandar Muda Medan:
Gedung Wanita Karo di Jalan Iskandar Muda Medan yang pernah menjadi kebanggaan warga Karo, kini sudah rata dengan tanah, dan disana akan dibangun rumah pertokoan. Konon lokasi tersebut dijual Rp 6 M. IMB sudah dibayar ke Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Medan Rp 29 juta dan perubahan peruntukkan tanah dari perumahan menjadi pertokoan dibayar Rp 199 juta.
Seperti dalam surat yang dikeluarkan Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan (TKTB) Pemko Medan dan ditempel di pos tukang lokasi gedung Wanita Karo itu disebut, bendahara yang menerima bayaran IMB dan peruntukan H Paimbangan, sementara yang mengusulkan IMB dilakukan oleh Ny Likas Tarigan, D Ginting, Rugun Purba, Piah Malem Manik dan Terang Singarimbun.
Ny Terang Singarimbun yang dikonfirmasi wartawan di kediamannya Jalan Sei Padang Gang Pribadi Medan belum lama ini tidak bersedia berkomentar. Ia mengaku baru diperiksa di polisi soal gedung Wanita Karo itu. Bukan wewenang saya memberi komentar tentang dibongkarnya gedung Wanita Karo itu, katanya singkat tanpa berkomentar lebih jauh.
Stop dan Usut
Secara terpisah pengamat sosial USU Drs Wara Sinuhaji MHum, kepada wartawan, Senin (18/2) mengatakan, sangat menyayangkan dibongkarnya gedung Wanita Karo yang dibangun tahun 50-an dan selama ini menjadi kebanggaan dan monumental bagi masyarakat Karo. Begitu heterogennya masyarakat di Sumut dari berbagai etnis, satu-satunya yang punya gedung adalah Wanita Karo masa itu dan dibangun untuk memicu dan melecut wanita Karo untuk mengejar ketertinggalannya dengan kelompok wanita lainnya. Tahun 50-an kemajuan pendidikan di kalangan masyarakat wanita masih minim dan terbelakang. Jadi tokoh-tokoh masyarkat Karo merasa perlu mewujudkan suatu gedung dan sekaligus menjadi simbol kemajuan untuk mendorong wanita Karo agar cepat maju dari ketertinggalannya.
Kebetulan sewaktu itu Walikota Medan Maja Purba yang istrinya orang Karo beru Sinulingga dan Pangdam I/BB adalah Jamin Ginting. Sehingga waktu itu walikota dengan mudah mengalokasikan sebidang tanah kepada tokoh-tokoh wanita Karo untuk membangun gedung wanita Karo. Dalam kepengurusan yayasan gedung wanita Karo itu banyak bekas istri pejuang termasuk istri Jamin Ginting yakni Ny Likas Tarigan. Gedung itu selama ini menjadi pusat aktivitas kaum wanita Karo. Tiba-tiba sekarang diruntuhkan dan konon sudah diperjualbelikan untuk kemudian dirubah menjadi bangunan Ruko. Ini suatu blunder besar dan yang menjual itu telah melakukan tindakan manifulatif. Sebagai yayasan asetnya harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat Karo. Alangkah naifnya gedung itu diperjualbelikan kalau tidak ada penggantinya. Seharusnya gedung itu dirubah menjadi lebih refresentatif karena gedung itu merupakan salah satu simbol kemajuan wanita Karo. Artinya penjualan itu telah meruntuhkan nilai-nilai
historis etnis Karo.
Dikatakan Wara, kalau terlanjur dijual, sudah sepantasnya dicari dan dibangun gedung wanita Karo baru sebagai penggantinya. Diminta kepada Dinas TKTB agar menghentikan pembangunan Ruko di lokasi gedung wanita Karo itu dan kepada polisi agar mengusut tuntas penjualan gedung tersebut. (M5/l)
Gedung Wanita Karo Tidak Dijual
Badan Pendiri Yayasan Pembangunan Persatuan Wanita Karo yang mengelola Gedung Wanita Karo di Jalan Iskandar Muda Medan membantah bahwa tanah gedung tersebut telah dijual. Badan Pendiri Yayasan Ny LT Jamin Ginting, Ny Piah Br Manik, Ny Rugun Br Purba dan Ny Terang Br Singarimbun kepada wartawan di Medan, Rabu (20/2) menyebutkan,
hingga saat ini gedung tersebut belum berganti kepemilikan, tetap atas nama yayasan. Saat ini memang gedung tersebut direhab total untuk penyesuaian dengan perkembangan kota Medan saat ini. Dijelaskan, memang selama ini gedung yang dibangun 3 Januari 1961 tersebut dianggap sebagai lambang monumental bagi persatuan wanita Karo, namun seiring dengan perkembangan zaman kondisinya tidak sesuai lagi, apalagi lokasinya berada pada tempat yang sangat strategis. Akhirnya badan pendiri yayasan sepakat untuk merehab bangunan menjadi bentuk ruko yang saat ini dalam proses pengerjaan.
Menurut mereka, setelah selesai dibangun menjadi 12 ruko gedung tersebut akan dijadikan sebagai pusat pembinaan kaum wanita dan berbagai kegiatan lainnya. Balai pertemuan bagi pembinaan wanita akan dipusatkan di lantai 3 yang ruangnya akan cukup luas karena gabungan dari beberapa ruko. Perubahan bentuk bangunan, kata mereka selain untuk penyesuaian perkembangan kota juga dengan pertimbangan di daerah Padang Bulan sudah cukup banyak jambur atau balai pertemuan. Badan pendiri juga berencana akan mencari lahan di lain tempat untuk dijadikan jambur.
Jangan Jadi Polemik
Sementara itu tokoh pemuda Karo yang juga fungsionaris KNPI Sumut Setia Pandia SH menyebutkan, keberadaan Gedung Wanita Karo saat ini hendaknya jangan dijadikan pelemik di tengah masyarakat. Dia juga menyatakan keprihatinannya, karena gedung tersebut sudah jarang dipergunakan. Namun alangkah lebih baiknya sebelum kita berpolemik pro dan kontra keberadaan gedung tersebut, kita terlebih dulu mengetahui latar belang gedung dan permasalahan yang dihadapi pengelola. katanya.
Berikut ini adalah diskusi lain tentang keberadaan Gedung Wanita Karo dengan topik "Wajah Karo Di Tengah-Tengah Kota Medan" di Mailing List TanahKaro pada Maret 2007, dimana ketika itu keberadaan Gedung Wanita Karo belum dirubuhkan:
Alexander Firdaust Meliala:
Kota Medan yang didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada 1 juli 1590, kini telah berkembang menjadi salah satu kota kota besar ketiga di Indonesia. Jalan Iskandar Muda medan adalah salah satu jalan protokol yang banyak diakses masyarakat kota Medan sehari-hari, dimana di daerah ini (Iskandar Muda) berdiri sebuah bangunan kebanggan Suku Karo yang dinamakan dengan "Gedung Wanita Karo".
Sungguh sangat Ironis melihat keberadaan kekinian dari Gendung ini, dimana sangat jelas terlihat bahwa atap bangunan yang sudah bocor, ditambah dengan segi fisik bangunan yang tidak terawat lagi, juga halamannya yang ditumbuhi oleh rumput-rumput menambah pemandangan bahwa gendung ini sudah sangat tidak terawat lagi.
Wajib Dipertanyakan, mungkinkah orang-orang (diluar suku Karo) yang melintas di daerah ini bertanya didalam hatinya, bahwa kehidupan masyarakat Karo itu sendiri sudah sama seperti keberadaan "Gedung Wanita Karo"?
MU Ginting:
Mejuah-juah Alexander ras kerina permilis simehamat Meherga kel kuakap berita (informasi) si kirimkendu enda, sada gedung wanita Karo si terulang atau isia-siaken la imanfaatken. Ku inget uga kita i Eropah enda kujah-kuje ndarami ruang ingan ruggu atau rapat pertemuan perkumpulan. Cari tempat untuk disewa beberapa jam saja.Sewana mahal janah susah ka ndaramisa/ndatkensa. Dage enda i Medan, si enggo lit pe i sia-siaken la lit atau la sitteh gunana. Enggo kin bage 'mewahna' wanita Karo enda ndai maka lanai perlu gedung atau ingan runggu/kumpul arih-arih?
Organisasi Wanita Karo pe lenga bo ndauhsa perkembangenna. Adi lit kin pe organisasi tentu butuh ingan kang. Gedung enda banci nge kapken sada langkah pertama ku perkembangan enda. Tapi ja nari kin i mulai? Ntah perlu ka nge igerakken kena teman-teman bagi ngadapi monument Patimpus? Anak-anak muda dilaki-diberu ku gedung wanita Karo! Adi perlu janah mungkin, nimpa atau palu gendang ije. Aku labo kutteh seluk beluk gedung wanita edi, tapi ugapape banci nge jadi bahan permulaan erbahan organisasi man kaum wanitanta, nginget situasi si enggo isingetkendu bas berita edi. Uga tanggapanta janah terutama kam wanita Karo milis enda?
Juara R Ginting:
Gedung Wanita Karo pernah menjadi kebanggaan orang Karo. Terletak dekat pusat kota, tidak jauh dari Pasar Peringgan, mempertegas bahwa simbol Karo bisa berdiri tegak sampai ke tengah kota. Dibangun dari bahan batu (gedongan), menunjukan bahwa (pada masa itu) orang Karo bukan orang miskin karena saat itu masih jarang di Medan bangunan-bangunan publik sebesar dan semegah Gedung Wanita Karo. Atapnya bergaya rumah adat Karo, menampakkan kentalnya kekaroan gedung ini.
Berada pula tak jauh dari gedung bioskop Astanaria yang pernah menjadi bioskop termegah di Medan dengan gaya arsitektur modern Belanda (modern tahun 1950an). Saat saya duduk di bangku SMA IV Medan (akhir 1970an), setiap tahun bintang-bintang film terkenal dari India datang ke bioskop ini untuk bertemu fans mereka: al. Dharmendra, Hemamalini, Jetendra, Rajes Khanna, Rishi Kapoor, Sashi Kapoor (yang wajahnya mirip sekali dengan Michael Douglas), Dave Anand, si penari perut Helen dan Muntaz (si bintang Nagin yang sering kami sebut sebagai singkatan Nandé Ginting walaupun Nagin sebenarnya berarti Ular Betina) (Ingat kata Sansekerta Naga).
Bagaimana persisnya, saya kurang tahu. Namun saya pernah mendengar bahwa Ibu LT Djamin Gintings (istri Djamin Gintings) berperan penting dalam pengadaan gedung ini yang resminya adalah milik Yayasan Wanita Karo yang diketuai,kalau tidak salah, Ny Ferdinan (turang dari Prof. Masri Singarimbun). Semasa saya masih anak-anak, saat mana belum ada jambur-jambur seperti Jambur Pemere dan Namaken (dan juga belum ada gedung-gedung pesta Batak Toba), Gedung Wanita Karo berfungsi sebagaimana fungsi
jambur-jambur sekarang ini.
Semasih SD, saya pernah menghadiri acara pertemuan tahunan STM Suka Ras Barung-barungna di gedung ini. Djamin Gintings sekeluarga turut hadir, khusus datang dari Kanada (saat itu dia Dubes RI di Kanada). Perkolong-kolongnya waktu itu adalah Bengkel Pinem dan Kolam br Karo. Kali ke dua saya masuk ke Gedung Wanita Karo di tahun 1992. Setelah kuliah setahun untuk program master di Belanda, saya diberi dana penelitian lapangan mempersiapkan thesis MA. Saya sempatkan juga terlibat dalam urusan membuat pertunjukan seni di Medan yang diorganisir oleh Sapo Ribu Entertainment (Nd Desi). General repetisinya diadakan di Gedung Wanita Karo. Saat itu pula saya pertama kali berkenalan langsung dengan Tio Fanta Pinem yang menyempatkan diri melihat General Repetisi itu.
Bisa dikatakan, saya adalah inspirator terbentuknya Sapo Ribu Entertainment, termasuk bentuk penampilan-penampil annya di Istora Senayan (bersama Idris Sardi) dan di Hotel Danau Toba serta Gelanggang Mahasiswa USU Medan, tapi tak sekalipun saya ikut menonton apalagi turut bermain. Yoe Anto Ginting dan Ribu sendiri menyesalkan ketidakhadiran saya dalam pertunjukan- pertunjukan mereka. Kembali ke soal Gedung Wanita Karo, hingga tahun 1992 itu, setahu saya Gedung Wanita Karo masih sangat berfungsi sebagaimana mestinya. Beberapa waktu lalu, saya mendengar dari Alexander Firdaust bahwa gedung ini telah diserahkan ke Pemko Medan.
Tiba pada kenyataan ini, mata saya mulai kabur, tidak tahu apa-apa lagi dengan persoalan. Sambil meneguk segelas anggur merah (gelas terakhir dari 2 botol besar yang telah dibuka), saya berpikir, adanya gedung ini adalah peran penting Ny. LT Djamin Gintings. Putrinya yang tertua, Riemenda Jamin Gintings, adalah ketua umum HMKI Pusat sekarang ini.